-->
  • MAKALAH LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING

    MAKALAH LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING



    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
    JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
    UNIVERSITAS JAMBI
    2017


    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1 Latar Belakang
    Membicarakan tentang proses pembelajaran tentunya tidak hanya membahas tentang hasil belajar. Akan tetapi juga perlu diperhatikan dan dibimbing terkait perilaku peserta didik. Jika membahas tetang perilaku peserta didik sudah barang tentu perilaku tersebut tidak hanya perilaku yang positif akan tetapi juga terkait perilaku negatif yang dapat memberikan dampak bagi peserta didik itu sendiri maupun orang lain disekitar lingkungannya. Oleh karena itu disuatu lembaga pendidikan baik formal maupun non formal diperlukan guru Bimbingaan dan Konseling. Selain daripada itu tugas guru BK tidak hanya menangani masalah perilaku peserta didik tetapi juga mengenai minat, bakat dan  kemampuan yang dimilki peserta didik. Hal tersebut juga harus dimiliki oleh setiap guru mata pelajaran agar proses belajar mengajar lebih bermakna.
    Pelaksanaan bimbingan dan konseling disekolah maupun lembaga pendidikan baik yang dilakukan oleh guru BK maupun guru mata pelajaran sudah barang tentu harus memilki landasan yang baik dan benar agar proses bimbingan dan konseling dalam proses pembelajaran lebih terarah dan memiliki pedoman yang shahih.
    Landasan dalam bimbingan dan konseling merupakan pedoman dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Dalam pelaksanaannya harus mempertimbangkan dan memperhatikan landasan-landasan tersebut khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yan7g kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya peserta didik ataupun kliennya.
    Berdasarkan kajian pustaka yang dilakukan terdapat 6 landasan bimbingan dan konseling yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan dan pelayanan bimbingan dan konseling yaitu landasan yuridis, landasan religius, landasan sosial budaya, landasan historis, landasan filosofis,  psikologis dan pedagogis.

    1.2 Rumusan Masalah
    Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
    1. Apa yang dimaksud dengan landasan bimbingan dan konseling ?
    2. Bagimana implikasi dari landasan-landasan yang digunakan dalam bimbingan dan konseling ?
    1.3 Tujuan
    Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
    1. Untuk mengetahui definisi landasan bimbingan dan konseling ?
    2. Untuk mengetahui landasan-landasan yang  digunakan dalam bimbingan dan konseling ?



    BAB II
    PEMBAHASAN
    2. 1 Definisi landasan Bimbingan dan Konseling
    Landasan dalam bimbingan dan konseling merupakan pedoman dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. Dalam pelaksanaannya harus mempertimbangkan dan memperhatikan landasan-landasan tersebut khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya peserta didik ataupun kliennya.
    2. 2 Landasan Yuridis
    Adapun landasan yuridis Bimbingan dan Konseling yaitu sebagai berikut :
    1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional  Pasal 1 Ayat 6 yang menyatakan bahwasanya Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
    2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen
    - BAB I Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
    1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
    2. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
    3. Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
    4. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
    5. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.
    -
    - BAB II Pasal 2
    1. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
    2. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
    2. 3 LandasanReligius
    . Landasan religius BK diperlukan penekanan pada 3 hal pokok menurut Luddin (2010: 26) yaitu sebagai berikut :
     a. Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam adalah mahluk Tuhan
    b. Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan kearah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama
    c. Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya serta kemasyarakatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama untuk membentuk perkembangan dan pemecahan masalah individu.
    Landasan Religius berkenaan dengan :
    a. Manusia sebagai Mahluk Tuhan. Manusia adalah mahluk Tuhan yang memiliki sisi-sisi kemanusiaan.
    b. Sikap Keberagamaan. Menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat menjadi isi darisikap keberagaman. Sikap keberagaman tersebut pertama difokuskan pada agama itu sendiri, agama harus dipandang sebagai pedoman penting dalam hidup, nilai-nilainya harus diresapi dan diamalkan. Kedua, menyikapi peningkatan iptek sebagai upaya lanjut dari penyeimbang kehidupan dunia dan akhirat.
    c. Peranan Agama. Pemanfaatan unsur-unsur agama hendaknya dilakukan secara wajar, tidak dipaksakan dan tepat menempatkan klien sebagai seorang yang bebas dan berhak mengambil keputusan sendiri sehingga agama dapat berperan positif dalam konseling yang dilakukan.
     Agama sebagai pedoman hidup ia memiliki fungsi :
    1) Memelihara fitrah
    2) Memelihara jiwa
    3) Memelihara akal
    4) Memelihara keturunan
    Selain daripada itu menurut Prayitno (1994), beberapa hal yang berkenaan  dengan landasan religius yakni:
    1) Manusia sebagai makhluk Tuhan, yakni derajat manusia lebih tinggi dari makhluk Lain dan peranannya sebagai kalifah dimuk bumi khususnya memimpin dirinya sendiri;
    2) Sikap keberagamaan. Sikap keberagamaan menjadi tumpuan bagi keseimbangan hidup dunia dan akhirat. Oleh karena itu kaidah-kaidah agama harus diresapi dan diamalkan sehingga ia berfungsi sebagai pembimbing perilaku akhlak manusia.
    3) Peranan agama. Agama menjadi pedoman utama dalam bimbingan dan konseling

    2. 4 Landasan Pedagogis
    Bimbingan dan konseling identik dengan pendidikan. Artinya, ketika seseorang melakukan praktik bimbingan dan konseling berarti ia sedang mendidik, dan begitu pula sebaliknya. (Budi Santoso, 1992).
    Landasan pedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu:
    a. Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu.
    Pendidikan diartikan sebagai upaya memanusiakan manusia. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi ke individualannya, kesosialisasinya, kesosilaanya dan keberagamaanya.

    b. Pendidikan sebagai inti proses bimbingan konseling.
    Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya. Kesadaran ini telah tampil sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan Konseling secara meluas di Amerika Serikat . pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses yang berorientasi pada belajar. Belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan merupakan secara efektif berbagai pemahaman.. Lebih jauh, Nugent (1981) mengemukakan bahwa dalam konseling klien mempelajari ketrampilan dalam pengambilan keputusan. Pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan, serta sikap-sikap baru . Dengan belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya dan dengan memperoleh hal-hal baru itu juga seorang klien akan semakin berkembang
    c. Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan Bimbingan tujuan dan konseling
    Tujuan Bimbingan dan Konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena program-program bimbingan dan konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang menyangkut kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan emosional, serta kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah (Borders dan Drury, 1992). Hasil-hasil bimbingan dan konseling pada kawasan itu menunjang keberhasilan pendidikan pada umumnya.
    Setiap masyarakat senantiasa menyelenggarakan  pendidikan dengan berbagai cara dan sarana untuk kelangsungan hidup mereka.  Boleh dikatakan bahwa pendidikan merupakan satu lembaga sosaila yang universal yang berfungsi sebagai sarana reproduksi sosial. Dengan reproduksi sosial itulah nilai-nilai budaya dan norma sosial yang melandasi kehidupan masyarakat itu dibina ketangguhannya. Karena itu berbagai cara dilakukan masyarakat untuk mendidik anggotanya seperti menceritakan dongeng, mitos, menanamkan etika sosial dengan memberitahu, menegur keteladanan, melalui permainan, terutama yang memperkenalkan peran-peran sosial serta lain kegiatan diantara teman sebaya dan kerabat. Kegiatan pendidikan sosial itu dilaksanakan meluas disekolah maupun diluar sekolah, dengan menggunakan alat bantu yang didukung dengan modern.
    Pendidikan dapat ditinjau sebagai landasan bimbingan dan konseling dari segi yaitu pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia danbimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan. Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling dan pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan pelayanan bimbingan dan konseling (Luddin 2010 : 28-29)


    2. 5 Landasan Sosial Budaya
    Bimbingan dan Konseling hendaknya dikembangkan untuk seluruh rakyat Indonesia dengan kebhinekaan budayanya. Oleh karena itu layanan bimbingan dan konseling tidak disama artikan untuk semua klien (konseli) dari latar belakang sosial  budaya yang berbeda
    MC Daniel memandang setiap anak, sejak lahirnya harus memenuhi tidak hanya tuntutan biologisnya, tepapi juga tuntutan budaya ditempat ia hidup, tuntutan Budaya itu menghendaki agar ia mengembangkan tingkah lakunya sehingga sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima dalam budaya tersebut (Prayitno, 2004 : 170)
    Tolbert memandang bahwa organisasi sosial, lembaga keagamaan, kemasyarakatan, pribadi, dan keluarga, politik dan masyarakat secara menyeluruh memberikan pengaruh yang kuat terhadap sikap, pemikiran, pekerjaan dan pola hidup warganya. Unsur-unsur budaya yang ditawarkan oleh organisasi dan budaya lembaga-lembaga tersebut mempengaruhi apa yang dilakukan dan dipikirkan oleh individu, tingkat pendidikan yang ingin dicapainya, tujuan-tujuan dan jenis-jenis pekerjaan yang dipilihnya, rekreasinya dan kelompok-kelompok yang dimasukinya (Ibid)
    Landasan sosial budaya mengajarkan bahwa  individu sebagai produk lingkungan sosial budaya, produk sebuah kelompok atau singkatnya adalah hasil dari proses sosialisasi (socoalization) dan  pembudayaan (enculturation). Dalil-dalil inilah yang dijadikan bimbingan dan konseling untuk mengidentifikasi dan mendiagnosis tingkah laku bermasalah sebagai hasil belajar dari orang lain (belajar terwakili), membentuk tingkah laku sosial, membimbing penyesuaian diri, dan pemahaman akan keberagaman tingkah antar individu maupun antar kelompok, antar kelas sosial, antar etnik.
    Perbedaan dalam latar belakang ras atau etnik, kelas sosial ekonomi dan pola bahasa menimbulkan masalah dalam hubungan konseling.
    Beberapa Hipotesis yang dikemukakan Pedersen dkk (1976) tentang berbagai aspek konseling budaya antara lain:
    – Makin besar kesamaan harapan tentang tujuan konseling antara budaya pada diri konselor dan klien maka konseling akan berhasil
    – Makin besar kesamaan pemohonan tentang ketergantungan, komunikasi terbuka, maka makin efektif konseling tersebut
    – Makin sederhana harapan yang diinginkan oleh klien maka makin berhasil konseling tersebut
    – Makin bersifat personal, penuh suasana emosional suasana konseling antar budaya makin memudahkan konselor memahami klien.
    – Keefektifan konseling antara budaya tergantung pada kesensitifan konselor terhadap proses komunikasi
    – Keefektifan konseling akan meningkat jika ada latihan khusus serta pemahaman terhadap permasalahan hidup yang sesuai dengan budaya tersebut.
    – Makin klien kurang memahami proses konseling makin perlu konselor /program konseling antara budaya memberikan pengarahan tentang proses ketrampilan berkomunikasi, pengambilan keputusan dan transfer.

    Bimbingan konseling harus mempertimbangkan aspek sosial budaya dalam pelayanannya agar menghasilkan pelayanan yang lebih efektif.
    Faktor-faktor sosial budaya yang menimbulkan kebutuhan kebutuhan akan  bimbingan dan konselingyaitu sebgai berikut : (John J. Pietrofesa dkk, 1980; M.Surya dan Rochman N, 1986; Rochman N., dalam Syamsu Yusuf, 2010)
    a. Perubahan Konstelasi Keluarga
    b. perkembagan pendidikan,
    c. dunia-dunia kerja, dan
    d. perkembangan komunikasi

    Dalam kehidupan sosial budaya manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban individu sebagai makhluk sosial. Ketentuan itu biasanya berupa perangkat nilai, norma sosial maupun pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya yang berfungsi sebagairujukan hidup  dandiwariskan kepada generasi penerusnya jadi generasi tua sebagai pewaris dan generasi muda sebagai penerus (Luddin 2010: 27)

    2. 6 Landasan filosofis
    Kata filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani yaituPhilos berarti cinta dan sophos berarti bijaksana, jadi filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan
    ( Syamsul 2006 : 106).Sehingga landasan filosofis yakni pemikiran yang mendalamtentang hakikat manusia dan hubungannya dengan kebutuhan akan  bimbingan dan konseling yang diwujudkan dengan kebijaksanaan.
    Menurut James Cribin tentang prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan yaitu sebagai berikut:
    a. Bimbingan hendaknya didasarkan kepada pengakuan akan kemuliaan dan harga diri individu dan hak-haknya untuk mendapat bantuannya.
    b. Bimbingan merupakan proses yang berkeseimbangan
    c. Bimbingan harus Respek terhadap hak-hak klien
    d. Bimbingan bukan prerogatif kelompok khusus profesi kesehatan mental
    e. Fokus bimbingan adalah membantu individu dalam merealisasikan potensi dirinya
    f. Bimbingan merupakan bagian dari pendidikan yang bersifat individualisasi dan sosialisasi
    2.5.1 Hakikat Manusia
    B.F Skinner dan Watsan (Gerold Corey, Terjemahan E. Koeswara, 1988). Mengemukakan tentang hakekat manusia:
    – Manusia dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama
    – Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial budaya
    – Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari
    – Manusia tidak memiliki kemampuan untuk membentuk nasibnya sendiri
    Upaya-upaya bimbingan dan konseling perlu didasarkan pada pemahaman tentang hakekat manusia agar upaya-upaya tersebut dapat lebih efektif.Para filsuf merumuskan thesis bahwa manusia  adalah makhluk berpikir sehingga ia dapat memecahkan masalah dan membuat kebudayaan. Karena itu manusia adalah makhluk educandum, dapat dididik dibandingkan dengan binatang yang hanya dapat  dilatih.
    Pemikiran yang paling mendalam, luas, tinggi, dan tuntas yang mengarah kepada kefahaman tentang hakikat sesuatu yang difikirkan, dikupas, dikaji, dan direnungkan dari segala seginya melalui proses pemikiran yang mendalam disebut sebagai fikiran filosofis. Hasil pemikiran itu digunakan sebagai dasar untuk bertindak atas sesuatu yang dimaksudkan. Pikiran filosofis juga mencakup, segi estetika, etika, logika, maka tindakan yang berlandaskan kefahaman filosofis itu dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan etis. Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang kesemuanya diharapkan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan fikiran filosofis tentang berbagai hal yang bersangkutan dengan pelayanan bimbingan dan konseling. Fikiran dan kefahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling khususnya konselor Luddin (2010: 25)
    2. 7 Landasan Psikologis
    Landasan psikologis sesungguhnya adalah teori-teori tentang tingkah laku manusia dan hubungan dengan bimbingan dan konseling. Sebagaiana diketahui bahwa psikologi telah menghasilkan hukum-hukum pertumbuhan dan perkembangan manusia, hukum-hukum atau prinsip belajar, teori-teori kepribadian dan perubahannya, teori behavioral dan kognitif yang semuanya dapat dijadikan landasan atau titik tolak bagi konselor untuk melaksanakan bimbingan dan konseling. Banyak teori psikologi telah dijadikan sebagai pendekatan konseling dan banyak teori behavioral dijadikan sebagai metode  pengubahan tingkah laku.  Bimbingan efikasi diri, bimbingan percaya diri, bimbingan aktualisasi diri, bimbingan self-control semuanya berlandaskan psikologis.
    Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling memberikan kepahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan. Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah laku yang perlu diubah atau dikembangkan dalam mengatasi masalah atau mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah besar kajian yang perlu diketahui tentang motif, motivasi, pembawaan dasar dan lingkungan, perkembangan individu, belajar, balikan,  dan penguatan kepribadian. Perlu dipahami bahwa atribut psikologi diantaranya kecerdasan, gaya kognitif dan motivasi, yang dapat membentuk seseorang menjadi kretaivitas, yang terwujud dalam tingkah laku seseorang Luddin (2010: 26-27)
    2. 8 Landasan Berfikir
    a. Landasan ontologis, yaitu adanya objek penalaran yang mencakup seluruh  aspek kehidupan yang dapat  diamati atau diuji melalui indera manusia. Bimbingan dan konseling merupakan bagian dari pendidikan yang mempunyai objek material perilaku manusia. Perilaku manusia dalam  kontek interaksi sosial tidak pernah lepas dari lingkungan sosial yang melibatkan berbagai komponen. Salah satu komponen tersebut adalah budaya.
    Peserta didik adalah individu yang sangat dipengaruhi oleh budaya orang tua, prasekolah, sekolah, teman sebaya dan lingkungan luar keluarga. Tempat berlangsungnya pendidikan tidak hanya terbatas dalam satu jenis lingkungan hidup tertentu dalam bentuk sekolah. Tetapi berlangsung dalam segala bentuk lingkungan hidup manusia.
    Pendidikan ini dapat berupa pengalaman belajar yang terentang dari bentuk- bentuk yang terjadi dengan sendirinya dalam hidup, yang kehadirannya tidak disengaja, maupun yang disengaja. Masyarakat Indonsesia bersifat multi etnis, multi religious dan multi culture. Kemajemukan tersebut menunjukkan adanya berbagai unsur yang saling berinteraksi satu sama lain sehingga melahirkan entitas suatu bangsa yang kokoh dan multi ragam dalam bebagai sisi kehidupan yang harmonis. Kebudayaan pasca- figuratif adalah kebudayaan tradisional di mana generasi tua dengan mudah mewariskan kebudayaan kepada generasi berikutnya. Generasi muda belajar dari generasi tua, dan  dalam ko-figuratif perkembangan berbagai institusi sosial budaya telah mengalihkan banyak tugas “penerus nilai” dari keluarga kepada institusi baru (pendidikan, organisasi, kelompok, dan lain-lain).
    Hakekatnya pendidikan mengembangkan semua potensi sumber daya manusia menuju kedewasaan sehingga mampu hidup mandiri dan mampu pula mengembangkan tata kehidupan bersama yang lebih baik sesuai dengan tantangan atau kebutuhan zamannya. Atau dengan kata lain pendidikan adalah mengembangkan “human dignity” yaitu hakekat dan martabat manusia atau humanizing human, yaitu memanusiakan manusia (Mastuhu,2004). Peran penting di sekolah dalam upaya memanusiakan manusia adalah hadirnya sosok seorang guru pembimbing (konselor). Di dalam upaya membantu manusia mencapai pribadi yang utuh, bimbingan dan konseling peduli terhadap pengembangan kemampuan nalar yang motekar (kreatif) untuk bisa hidup baik dan benar.

    b. Landasan aksiologis, yaitu adanya nilai kegunaan dari pengetahuan itu bagi kepentingan manusia lahir dan batin, dalam hal ini, landasan moral sangatlah penting agar pengetahuan dapat dikembangkan dalam ilmu agar tidak disalahgunakan. Landasan aksiologis mengungkapkan pemikiran yang sistematik dan mendasar tentang implikasi bimbingan dan konseling untuk mampu menjawab tantangan perkembangan yang mengalami berbagai macam krisis.
    Salah satunya adalah krisis sosial budaya yang meluas dalam berbagai modus disoreintasi dan dislokasi banyak kalangan masyarakat kita. Misalnya disintegrasi sosial politik yang bersumber euforia kebebasan nyaris kebablasan, lenyapnya kesabaran sosial dalalm menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah mengamuk dan melakukan tindakan kekerasan dan anarkhi, merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, kesantunan sosial, semakin meluasnya penyebaran narkoba, dan penyakit-penyakit sosial adalah suatu kenyataan bahwa tata kehidupan “lokal” dan keragaman daerah-daerah lengkap dengan tradisi, budaya, kebiasaan-kebiasaan, dan ikatan-ikatan sosial dalam berbagai aspek kehidupan terus masuk ke dalam tata kehidupan “nasioanl”, kemudian masuk ke dalam tata kehidupan “global” atau “internasional”. Masalahnya adalah bagaimana orang “lokal”, dan “nasioanal” mampu menjadi warga “global” tanpa tercerabut dari akarnya atau tanpa kehilangan jati dirinya. Menutup diri atau bersikap eklusif akan ketinggalan jaman, membuka diri berisiko kehilangan jati diri atau kepribadian (Mastuhu, 2004). Kiranya yang “modernitas” tidak mungkin ada tanpa yang “tradisional”, dan yang tradisional akan sia-sia dan tidak berdaya tanpa membuka diri dan siap memasuki “modernitas”.
    Banyak nilai tetap dijadikan pedoman dalam “tradisional” yang perlu terus dibawa, dikembangkan, dan tetap menjadi pedoman dalam “modernitas”. Misalnya, nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, mementingkan kepentingan golongan dan sangat menghargai martabat dan harkat individu, kesederhanaan dan sebagainya, merupakan nilai-nilai penting untuk dikembangkan dalam “modernitas”; tanpa nilai-nilai ini “modernitas” akan anarkis dan tidak menghiraukan hak-hak asasi manusia. Demikian pula sebaliknya, banyak nilai-nilai luhur dari yang “tradisional” di dalam zaman modern ini tidak berdaya dan hanya menjadi dongeng- dongeng pengantar tidur saja. Manusia dalam zaman modern ini menghadapi masalah- masalah yang sifatnya krusial, prioritas, mendesak, dan dilematis.
    Hanya mempertanyakan tentang hakekat dan tujan hidup manusia (human nature and destinity) tetapi juga tentang kemungkinan pendidikan dalam arti kemampuan manusia  berkembang dan menerima pengaruh dari luar terutama secara etis sehingga pertumbuhan dan perkembangan  dapat diarahkan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, berdasarkan potensi dan sifat-sifat bawaan seorang peserta didik sebagai makluk sosial dan sebagai individu.

    2. 9  Landasan Ilmu dan teknologi
    Ilmu pengetahuan mengajarkan cara kerja ilmiah yang pada intinya adalah
    penggabungan rasionalisme dan empirisme.  Gabungan itu telah menghasilkan cara kerja penelitian yang biasanya diawali dari latar belakang, rumusan  masalah, hipothesis, pengumpulan data, analisis data, hasil dan kesimpulan. Bimbingan dan konseling memanfaatkan cara kerja ilmiah tersebut baik dalam membangun ilmunya maupun dalam membimbing. Bimbingan menggunakan pendekatan atau metode yang sistematis, mengumpulkan data, memahami subjek dengan faktor-faktornya, memilih metode yang tepat, dan menilai hasilnya.
    Landasan teknologi dan ilmiah bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memilki dasar-dasar keilmuan baik dalam kegiatan pelayanan maupun pengembangan kegiatan pelayanan secara berkelanjutan. Adapun beberapa hal yang berhubungan dengan landasan ilmiah dan teknologi dalam bimbingan dan konseling yaitu sebagai berikut :
    1. Keilmuan bimbingan dan konseling. Ilmu merupakan sejumlah ilmu pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematis.
    Dengan demikian ilmu bimbingan dan konseling adalah berbagai pengetahuan bimbingan dan konseling yang tersusun secara logik dan sistematik. Ilmu bimbingan dan konseling mempunyai objek kajian, metode dan ruang lingkup yang menjadi sistematika pemaparannya.
    2. Peran ilmu lain dan teknologi dalam bimbingan dan konseling, psikologi, ilmu pendidikan, dan filsafat yang memberikan sumbangan kepada bimbingan dan konseling.
    Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat multireferensial, artinya ilmu dengan rujukan berbagai ilmu yang lain. Misalnya ilmu statistik dan evaluasi memberikan pemahaman dan tehnik-tehnik. Pengukuran dan evaluasi karakteristik individu; biologi memberikan pemahaman tentang kehidupan kejasmanian individu. Hal itu sangat penting bagi teori dan praktek bimbingan dan konseling
    3. Pengembangan bimbingan dan konseling dilaksanakan melakukan penelitian
    Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling boleh jadi dapat dikembangkan melalui proses pemikiran dan perenungan, namun pengembangan yang lebih lengkap dan teruji didalam praktek adalah apabila pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula hasil-hasil penelitian dilapangan. Melalui penelitian suatu teori dan praktek bimbingan dan konseling menemukan pembuktian tentang ketepatan/ keefektifan dilapangan. Layanan bimbingan dan konseling akan semakin berkembangan dan maju jika dilakukan penelitian secara terus menerus terhadap berbagai aspek yang berhubungan dengan BK.(Luddin, 2010 : 28)
    2.10 Landasan Historis
    1. Sekilas tentang sejarah bimbingan dan konseling
    Secara umum, konsep bimbingan dan konseling telah lama dikenal manusia melalui sejarah. Sejarah tentang pengembangan potensi individu dapat ditelusuri dari masyarakat yunani kono. Mereka menekankan upaya-upaya untuk mengembangkan dan menguatkan individu melalui pendidikan. Plato dipandang sebagan koselor Yunani Kuno karena dia telah menaruh perhatian besar terhadap masalah-masalah pemahaman psikologis individu seperti menyangkut aspek isu-isu moral, pendidikan, hubungan dalam masyarakat dan teologis.
    1. Perkembangan Layanan Bimbingan di Amerika
    Sampai awal abad ke-20 belum ada konselor disekolah. Pada saat itu pekerjaan-pekerjaan konselor masih ditangani oleh para guru.
    Gerakan bimbingan disekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi industri dan keragaman latar belakang para siswa yang masuk kesekolah-sekolah negeri. Tahun 1898 Jesse B. Davis, seorang konselor di Detroit mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA. Pada tahun 1907 dia memasukkan program bimbingan di sekolah tersebut.
    Pada waktu yang sama para ahli yang juga mengembangkan program bimbingan ini diantaranya; Eli Weaper, Frank Parson, E.G Will Amson, Carlr. Rogers.
    – Eli Weaper pada tahun 1906 menerbitkan buku tentang “memilih suatu karir” dan membentuk komite guru pembimbing disetiap sekolah menengah di New York. Kamite tersebut bergerak untuk membantu para pemuda dalam menemukan kemampuan-kemampuan dan belajar tentang bimbingan menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam rangka menjadi seorang pekerja yang produktif.
    – Frank Parson dikenal sebagai “Father of The Guedance Movement in American Education”. Mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di Boston Massachussets, yang bertujuan membantu pemuda dalam memilih karir uang didasarkan atas proses seleksi secara ilmiyah dan melatih guru untuk memberikan pelayanan sebagai koselor.
    Bradley (John J.Pie Trafesa et. al., 1980) menambah satu tahapan dari tiga tahapan tentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai berikut:
    1) Vocational exploration : Tahapan yang menekankan tentang analisis individual dan pasaran kerja
    2) Metting Individual Needs : Tahapan yang menekankan membantu individu agar meeting memperoleh kepuasan kebutuhan hidupnya. Perkembangan BK pada tahapan ini dipengaruhi oleh diri dan memecahkan masalahnya sendiri.
    3) Transisional Professionalism : Tahapan yang memfokuskan perhatian kepada upaya profesionalisasi konselor
    4) Situasional Diagnosis : Tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi pada tahapan ini memfokuskan pada analisis lingkungan dalam proses bimbingan dan gerakan cara-cara yang hanya terpusat pada individu.

    2. Perkembangan Layanan Bimbingan Di Indonesia
    Layanan BK di industri Indonesia telah mulai dibicarakan sejak tahun 1962. ditandai dengan adanya perubahan sistem pendidikan di SMA yakni dengan adanya program penjurusan, program penjurusan merupakan respon akan kebutuhan untuk menyalurkan siswa kejurusan yang tepat bagi dirinya secara perorangan. Puncak dari usaha ini didirikan jurusan Bimbingan dan penyuluhan di Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Negeri, salah satu yang membuka jurusan tersebut adalah IKIP Bandung (sekrang berganti nama Universitas Pendidikan Indonesia).
    Dengan adanya gagasan sekolah pembangunan pada tahun 1970/1971, peranan bimbingan kembali mendapat perhatian. Gagasan sekolah pembangunan ini dituangkan dalam program sekolah menengah pembangunan persiapan, yang berupa proyek percobaan dan peralihan dari sistem persekolahan Cuma menjadi sekolah pembangunan.
    Sistem sekolah pembangunan tersebut dilaksanakan melalui proyek pembaharuan pendidikan yang dinamai PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) yang diujicobakan di 8 IKIP. Badan pengembangan pendidikan berhasil menyusun 2 naskah penting yakni dengan pola dasar rencana-rencana pembangunan program Bimbingan dan penyuluhan melalui proyek-proyek perintis sekolah pembangunan dan pedoman operasional pelayanan bimbingan pada PPSP.
    Secara resmi BK di programkan disekolah sejak diberlakukan kurikulum 1975, tahun 1975 berdiri ikatan petugas bimbingan Indonesia (IPBI) di Malang.Penyempurnaan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir di dalamnya. Selanjutnya UU No. 0/1989 tentang Sisdiknas membuat mantap posisi bimbingan dan konseling yang kian diperkuat dengan PP No. 20 Bab X Pasal 25/1990 dan PP No. 29 Bab X Pal 27/1990 yang menyatakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan.
    Perkembangan BK di Indonesia semakin mantap dengan berubahnya 1 PBI menjadi ABKIN (Asuransi Bimbingan dan Konseling Indonesia) pada tahun 2001.

    BAB III
    PENUTUP
    3.1 Kesimpulan
    Berdasarkan kajian literatur yang dipaparkan dapat disimpulkan bahwasanya :
    1. Landasan Bimbingan Konseling merupakan pedoman dalam melaksanakan bimbingan dan konseling  agar pelayanannya berlangsung efektif dan dapat mencapai tujuan dari bimbingan itu sendiri.
    2. Adapun landasan yang digunakandalam bimbingan dan konseling yaitu :
    a. Landasan yuridis
    b. Lndasan Religius
    c. Landasan sosial Budaya
    d. Landasan ilmiah dan teknologi
    e. Landasan psikologis
    f. Landasan berfikir
    g. Landasan pedagogis
    h. Landasan Filosofis



    DAFTAR PUSTAKA

    Luddin. A. B.M. 2010. Dasar-Dasar Konseling. Bandung : Citapustaka  Media Perintis.

    Prayitno. Erman Amti. 2004.Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling Jakarta: Rineka Cipta.

    Syamsul Yusuf, A. Juntika Narihsan. 2006.Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja ERasdakarnya

    Ibid

    http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/diana-septi-purnama-mpd/landasan-bimbingan-kons-awal.pdf (Diakses pada tanggal 21 februari 2017)

    http://fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2016/09/810-BAB-5-ARAHPELAYANAN BIMBINGAN-DAN-KONSELING-.pdf (diakses tanggal 24 Februari 2017)

  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar