MAKALAH FISIOLOGI TUMBUHAN
“Perkecambahan”
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Perkecambahan”.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan juga tidak terlepas dari bantuan Ibu Dra. MUSWITA, M. Si sebagai dosen pengampu serta berbagai pihak lainnya yang turut menjadi sumber dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam proses penulisan makalah ini belum bisa dikatakan sempurna, baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran, dan usul, yang berguna dalam penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Jambi, 13 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ciri mahluk hidup adalah tumbuh dan berkembang. Kedua aktifitas kehidupan ini tidak dapat dipisahkan karena prosesnya berjalan bersamaan. Pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan ukuran atau volume serta jumlah sel secara irreversibel. Irreversibel maksudnya tidak dapat kembali pada keadaan awal. Sedangkan perkembangan adalah proses menuju kedewasaan. Pertumbuhan pada tanaman terbagi dalam beberapa tahapan,yaitu perkecambahan yang diikuti dengan pertumbuhan primer dan pertumbuhan sekunder
Perkecambahan merupakan proses metabolisme biji hingga menghasilkan perumbuhan dari komponen kecambah (plumula dan radikula). Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula dan keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan ISTA (International Seed Testing Association).
Perkecambahan adalah peristiwa tumbuhnya embrio di dalam biji menjadi tanaman baru. Biji akan berkecambah jika berada di lingkungan yang sesuai. Proses perkecambahan ini memerlukan suhu yang cocok, banyaknya air yang memadai, persediaan oksigen yang cukup, kelembapan, dan cahaya. Struktur biji yang berbeda antara tumbuhan monokotil dan dikotil akan menghasilkan struktur kecambah yang berbeda pula. Pada tumbuhan monokotil, struktur kecambah meliputi radikula, akar primer, keloptil, dan daun pertama.Sedangkan pada kecambah tumbuhan dikotil terdiri atas akar primer, hipokotil, kotiledon, epikotil, dan daun pertama.Berdasarkan letak kotiledonnya, perkecambahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu epigeal dan hipogeal.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari perkecambahan?
2. Bagaimana perbedaan struktur biji monokotil dan dikotil?
3. Apa saja tipe-tipe perkecambahan?
4. Bagaimana proses dan metabolisme perkecambahan?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian perkecambahan.
2. Untuk mengetahui perbedaan struktur biji monokotil dan dikotil.
3. Untuk mengetahui tipe-tipe perkecambahan.
4. Untuk mengetahui proses dan metabolisme perkecambahan.
5. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkecambahan
Perkecambahan memiliki banyak arti yang di definisikan oleh banyak ilmuwan. Misalnya, perkecambahan adalah munculnya pertumbuhan aktif yang menyebabkan pecahnya kulit biji dan munculnya semai (Amen, 1963 dalam Gardner, 1991). Perkecambahan merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah. Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-komponen biji yang memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tumbuhan baru. Komponen biji tersebut adalah bagian kecambah yang terdapat di dalam biji, misalnya radikula dan plumula.
Menurut Abidin (1983), perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-komponen biji atau benih yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tanaman baru.
Perkecambahan merupakan sustu proses dimana radikula (akar embrionik) memanjang ke luar menembus kulit biji. Di balik gejala morfologi dengan pemunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis (Salisbury, 1995).
Perkecambahan terjadi karena pertumbuhan radikula (calon akar) dan pertumbuhan plumula (calon batang). Para ahli fisiologis benih menyatakan bahwa perkecambahan adalah munculnya radikel menembus kulit benih.Sedangkan para agronomis menyatakan bahwa perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur penting embrio dari dalam benih dan menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan kecambah normal pada kondisi lingkungan yang optimum.
B. Perbedaan Struktur Biji Monokotil dan Dikotil
Monokotil Dikotil
Cadangan makanan berupa endosperm Cadangan makanan berupa kotiledon
Mempunyai hilum tapi tidak terlihat Hilum terlihat jelas
Endosperm merupakan bagian terbesar Endosperm merupakan bagian terkecil
Cadangan makanan baru dapat dicerna dan
diserap embrio setelah biji masak Cadangan makanan sudah mulai dapat dicerna dan diserap embrio sebelum biji
Masak
C. Tipe-tipe Perkecambahan
Berdasarkan posisi kotiledon dalam proses perkecambahan terbagi atas :
a. Perkecambahan Epigeal
Perkecambahan epigeal merupakan perkecambahan yang ditandai dengan bagian hipokotil terangkat keatas permukaan tanah. Hipokotil benih memanjang dan mengangkat keping biji menembus permukaan tanah, kemudian keping biji membuka dan epikotil benih tumbuh menjadi tunas. Kotiledon sebagai cadangan energi akan melakukan proses pembelahan dengan sangat cepat untuk membentuk daun.Perkecambahan ini misalnya terjadi pada kacang hijau (Phaseolus radiatus) dan tanaman jarak.
b. Perkecambahan hypogeal
Perkecambahan hipogeal merupakan perkecambahan yang ditandai dengan terbentuknya bakal batang yang muncul ke permukaan tanah, sedangkan kotiledon tetap berada di dalam tanah (hipokotil tetap berada di dalam tanah). Tipe perkecambahan hipogeus hipokotil benih tidak memanjang tetapi epikotil benih yang memanjang menembus permukaan tanah. Contoh tipe ini terjadi pada kacang kapri dan jagung.
D. Proses dan Metabolisme Perkecambahan
Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan embrio. Hasil perkecambahan ini adalah munculnya tumbuhan kecil dari dalam biji. Proses perubahan embrio saat perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar.
Embrio yang tumbuh belum memiliki klorofil, sehingga embrio belum dapat membuat makanan sendiri. Pada tumbuhan, secara umum makanan untuk pertumbuhan embrio berasal dari endosperma.
1. Proses Perlecambahan Benih
Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Pada tanaman, tahapan dalam perkecambahannya terdiri dari:
a. Proses Penyerapan Air (imbibisi)
Penyerapan air melalui imbibisi dan osmosis merupakan proses yang pertama terjadi pada perkecambahan diikuti dengan pelunakan biji. Selanjutnya embrio dan endosperm akan membengkak sehingga mendesak kulit biji yang sudah lunak sampai pecah. Makanan cadangan yang disimpan dalam biji adalah berupa selulosa, pati, lemak dan protein. Sumber energi ini pada monokotil terdapat dalam endosperm dan pada dikotil terdapat kotiledon. Makanan ini berupa senyawa komplek bermolekul besar, tidak dapat diangkut kedaerah sumbu embrio sehingga tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh titik tumbuh untuk pembentukan protoplasma baru. Oleh sebab itu zat ini harus dipecah dahulu menjadi senyawa sederhana, larut dalam air sehingga dapat diangkut. Proses perombakan senyawa ini dapat terjadi dengan bantuan enzim-enzim pencernaan yang terdapat dalam biji yang mnguraikan pati dan hemiselulosa menjadi gula; lemak menjadi asam lemak dan gliserol serta protein menjadi asam amino. Hasil rombakan ini larut dalam air sehingga mudah untuk di angkut (Salisbury, 1995).
Air yang diserap oleh biji digunakan untuk proses respirasi, energi yang terbentuk akan digunakan untuk perkecambahan. Respirasi adalah reaksi oksidasi senyawa organik untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk aktivitas sel dan kehidupan tumbuhan dalam bentuk ATP atau senyawa berenergi tinggi lainnya. Selain itu respirasi juga menghasilkan senyawa antara yang berguna sebagai bahan sintesis berbagai senyawa lain (Salisbury, 1995).
Perembesan air kedalam benih (imbibisi), merupakan proses penyerapan air yang berguna untuk melunakkan kulit benih dan menyebabkan pengembagan embrio dan endosperma. Proses perkecambahan dapat terjadi jika kulit benih permeabel terhadap air dan tersedia cukup air dengan tekanan osmosis tertentu. Dalam tahap ini, kadar air benih naik menjadi 25-35 %, sehingga kadar air didalam benih itu mencapai 50-60% dan hal ini menyebabkan pecah atau robeknya kulit benih. Selain itu, air memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen kedalam benih. Dinding sel yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi apabila dinding sel diimbibisi oleh air maka gas akan masuk ke dalam sel secara difusi. Hal tersebut dikarenakan selain membutuhkan air, benih yang berkecambah juga memerlukan suhu sekitar 10-40°C dan oksigen. Apabila dinding sel kulit benih dan embrio menyerap air, maka suplai oksigen meningkat pada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya pernapasan. Sebaliknya, CO2 yang dihasilkan oleh pernapasan tersebut lebih mudah berdifusi keluar (Kozlowski, 1972 dalam Manurung dan Ismunadji, 1988).
b. Aktivasi enzim dan hormon
Proses terjadinya pemecahan zat atau senyawa bermolekul kompleks, menjadi senyawa sederhana yang larut dalam air dan dapat diangkut melalui membran serta dinding sel, membutuhkan agen pencerna (digestive agents) yaitu enzim. Setelah penyerapan ar, terjadi aktivasi termasuk aktivasi enzim (Kamil, 1979).
Hormon giberalin dalam benih kering terdapat dalam bentuk terikat dan tidak aktif, kemudian akan menjadi aktif setelah benih mengimbibisi air. Proses imbibisi ini akan mendorong pembentukan enzim-enzim hidrolisis seperti α-amilase, ribonuklease, β-glukanase, dan fosfatase. Enzim-enzim yang telah terbentuk ini kemudian berdifusi ke dalam endosperm dan mendegradasi bahan cadangan makanan yang ada menjadi gula, asam amino, dan nukleosida sehingga dapat mendukung tumbuhnya embrio selama perkecambahan dan pertumbuhan kecambah (Pranoto, 1990).
c. Perombakan cadangan makanan
Setelah air berimbibisi ke dalam benih selanjutnya terjadi reaktivasi enzim dan hormon, yang mengakibatkan proses perombakan cadangan makanan dalam jaringan cadangan makanan dapat berlangsung (Pranoto, 1990). Enzim amilase merombak pati menjadi gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Enzim lipase merombak lemak menjadi asam lemak dan glyserin, sedangkan enzim protease merombak protein menjadi asam amino. Senyawa hasil perombakan ini akan larut dalam ar dan dapat berdifusi. Enzim α-amilase terbentuk pada awal mula perkecambahan oleh bantuan giberalin. Jika giberalin belum diaktifkan maka enzim α-amilase tidak akan terbentuk dan menyebabkan terhalangnya proses perombakan pati, sehingga dapat mengakibatkan tidak terjadinya perkecambahan (Sutopo, 2002). Reaksi enzim secara umum dan skematis dalam perombakan cadangan makanan menurut Kamil (1979) adalah:
Sedangkan perombakan protein oleh protease sehingga menjadi asam amino yang dapat membantu proses perkecambahan dijelaskan oleh Kamil (1979) pada skema berikut:
d. Translokasi makanan ke titik tumbuh
Cadangan makanan yang telah dicerna dengan hasil gula, asam amino, dan asam lemak selanjutnya diangkut dari daerah jaringan penyimpanan cadangan makanan menuju daerah yang membutuhkan yaitu titik-titik tumbuh pada embryonic axis, plimule, dan radicle. Pengangkutan ini dilakukan secara difusi dan osmosis sehingga tidak memerlukan tenaga atau energi (Kamil, 1979).
e. Pembelahan dan Pembesaran Sel
Asimilasi merupakan tahap akhir dalam penggunaan cadangan makanan dan merupakan proses pembangunan kembali. Pada proses asimilasi ini protein yang telah dirombak oleh enzim protease menjadi asam amino dangkut ke titik-titik tumbuh, dan disusun kembali menjadi protein baru yang nantinya digunakan untuk pembentukan protoplasma baru. Sedangkan selulosa melalui protoplasma dipergunakan untuk pembentukan dinding sel. Pada proses pembentukan kembali senyawa-senyawa yang telah kompleks ini dibutuhkan tenaga yang berasal dari proses respirasi (Kamil, 1979).
Respirasi pada proses perkecambahan biji sama halnya dengan pernapasan biasa yang terjadi pada bagian (organ) tumbuhan lainnya, yaitu proses perombakan sebagian cadangan makanan (karbohidrat) menjadi senyawa lebih sederhana seperti CO2 dan H2O. Proses pernapasan selama perkecambahan biji berlangsung paling aktif dibandingkan dengan semua pernapasan yang terjadi pada jaringan atau organ pada tumbuhan (Kamil, 1979).
f. Munculnya radikula dan pertumbuhan kecambah
Munculnya radikula adalah tanda bahwa proses perkecambahan telah sempurna. Proses ini akan diikuti oleh pemanjangan dan pembelahan sel-sel. Proses pemanjangan sel ada dua fase yakni; fase 1 (fase lambat) dimana pemanjangan sel tidak diikuti dengan penambahan bobot kering dan fase 2 (fase cepat), yang diikuti oleh penambahan bobot segar dan bobot kering. Pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh, pertumbuhan kecambah ini tergantung pada persediaan makanan yang ada dalam biji.Kecambah mulai mantap setelah ia dapat menyerap air dan berfotosintesis (autotrof). Semula, ada masa transisi antara masih disuplai oleh cadangan makanan sampai mampu autotrof. Saat autotrof dicapai proses perkecambahan telah sempurna.
2. Metabolisme Perkecambahan Benih
Mekanisme metabolisme perkecambahan di dalam benih diatur oleh kerja hormon yang disebut fitohormon. Fitohormon yang ditemui di dalam benih yaitu giberalin, sitokinin, dan auksin.
a. Giberalin
Giberalin merupakan salah satu zat pengatur tumbuh tanaman yang memiliki peranan dalam mempercepat proses perkecambahan benih. Fungsi terpenting giberalin selama perkecambahan adalah untuk meningkatkan potensi tumbuh dari embrio dan sebagai promotor perkecambahan (Rusmin, 2011).
Giberalin pada bening yang kering akan berkonjugasi dengan gula membentuk glukosida dan dalam keadaan tidak aktif. Hormon ini menjadi aktif setelah benih mengimbibisi air (Sutopo, 2002).
b. Sitokonin
Sitokinin merupakan salah satu kelompok fitohormon yang terdapat didalam benih dan berperan dalam perkecambahan. Sitokinin juga berpegaruh di dalam perkembangan embrio. Mekanisme kerja sitokinin dalam perkecambahan benih belum banyak diketahui, tetapi ada tiga kemungkinan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan kehadirannya pada daerah ribosom yaitu berperan dalam proses 1). Traskripsi RNA, 2). Translasi dalam sintesis protein, serta berpengaruh terhadap proses kerja fitokrom, 3). Mengatur permeabilitas membran sehingga memungkinkan keluarnya hormon giberalin dari skutelum menuju aleuron selama stadium proses perkecambbahan (Pranoto, 1990).
Sitokinin banyak terdapat pada jaringan muda dan aktif membelah seperti endosperm, embrio, buah muda, bibit, dan meristem apikal serta berpengaruh dalam proses pembelahan sel sehingga radikula dapat terdorong dan menembus endosperm (Abidin, 1983).
c. Auksin
Mekanisme kerja auksin akan mempengaruhi pemanjangan sel-sel pada tanaman. Cara kerja auksin adalah dengan mempengaruhi pengendoran/ pelenturan dinding sel. Sel tumbuhan memanjang akibat air yang masuk secara osmosis.
Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel telah menunjukkan bahwa terdapat indikasi yakni auksin dapat meningkatkan tekanan osmotik, memningkatkan permeabilitas sel terhadap air, menyebabkan tekanan pada dinding sel, meningkatkan sintesis protein, dan pengembangan dinding sel. Dalam hubungan dengan permeabilitas sel, kehadiran auksin akan meningkatkan difusi air ke dalam sel yang selanjutnya mengakibatkan proses-proses pengaktifan enzim untuk perkecambahan (Abidin, 1983).
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkecambahan
Benih dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor pendukung selama terjadinya proses perkecambahan. Perkembangan benih dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal).
1. Faktor Dalam (internal)
Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :
a. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002). Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologis atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapai berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979).
b. Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo, 2002). Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002).
c. Dormansi Benih
Dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Sutopo, 2002).
d. Penghambat perkecambahan
Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
2. Faktor Luar
Faktor luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya :
a. Air
Air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972) dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979). Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002).
Menurut Kamil (1979), kira-kira 70 persen berat protoplasma sel hidup terdiri dari air dan fungsi air antara lain:
1) Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadipengembangan embrio dan endosperm.
2) Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.
3) Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai fungsinya.
4) Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.
b. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya, dan zat tumbuh giberallin.
c. Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979) umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29 persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen.
d. Cahaya
>
Cahaya diperlukan saat proses perkecambahan, ada benih yang membutuhkan cahaya, terutama benih yang memiliki pigmen pada kulit benihnya, karena pigmen akan berfungsi sebagai fotosel yang dapat mengubah cahaya matahari menjadi energi (Suena, 2005). Hubungan antara pengaruh cahaya dan perkecambahan benih dikontrol oleh pgmen yang disebut phytomchrom. Phytochrome memiliki dua bentuk yang sifatnya bolak-balik yaitu: phytochrome merah yang mengabsorbsi sinar infra merah. Bila pada benih yang sedang berimbibisi diberikan cahaya merah maka akan menyebabkan phytochrome merah menjadi phytochrome infra merah, yang turut berperan menimbulkan reaksi perkecambahan (Sutopo, 2002).
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979). Menurut Adriance and Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya. Klasifikasi benih berdasar pengaruh cahaya :
1) Memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan. Misalnya : selada
2) Tidak memerlukan cahaya. Misalnya : bayam
3) Dapat berkecambah pada tempat gelap ataupun terang. Misalnya : kubis, kacang-kacangan
e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan tanah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini yaitu, sebagai berikut:
1. Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponen-komponen biji yang memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tumbuhan baru.
2. Perbedaan antara struktur biji dikotil dan onokotil meliputi monokotil : Cadangan makanan berupa endosperm, Mempunyai hilum tapi tidak terlihat, Endosperm merupakan bagian terbesar, Cadangan makanan baru dapat dicerna dandiserap embrio setelah biji masak. dikotil : Cadangan makanan berupa kotiledon, Hilum terlihat jelas, Endosperm merupakan bagian terkecil, Cadangan makanan sudah mulai dapat dicerna dan diserap embrio sebelum biji masak.
3. Tipe-tipe perkecambahan yaitu perkecambahan Epigeal dan Perkecambahan hypogeal.
4. Proses metabolisme perkecambahan terdiri dari beberapa tahap yaitu : proses penyerapan air (imbibisi), aktivasi enzim, perombakan cadangan makanan, translokasi makanan ke titik tumbuh, pembelahan dan pembesaran sel, dan munculnya radikula dan pertumbuhan kecambah.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan yaitu: faktor dalam (tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi benih, dan penghambat perkecambahan) dan faktor luar (air, suhu, oksigen, cahaya, dan medium).
B. Saran
Dalam segala hal selalu ada kekeliruan setiap melaksanakan suatu perbuatan. Begitu juga dalam penulisan makalah ini, kami juga menyadari masih banyak kekeliruan dan mungkin juga kekurangan. Baik dari segi penulisan makalah ini, kami juga menyadari dari makalah ini. Untuk itu kami sangat mengharapkan saran maupun kritik yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1983. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung: Angkasa.
Darjadi. 1972. Sendi-sendi Silvikultur. Jakarta: Dirjen Kehutanan.
Gardner. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: UI Press.
Ismunadji, M., S.O. Manurung. 1988. Padi Buku 1. Bogor: MAKALAH FISIOLOGI TUMBUHAN
“DORMANSI”
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Kamil. 1979. Teknologi Benih 1. Padang: Angkasa Raya.
Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Pranoto, H.S., dkk. 1990. Biologi Benih. Bandung: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB.
Rusmin, D. 2011. Pengaruh Pemberian GA3 Pada Berbagai Konsentrasi dan Lama Imbibisi terhadap Peningkatan Viabilitas Benis Puwoceng (Pimpinella pruajan Molk.). Jurnal Littiri. Vol: 17. No: 3.
Salisbury, Frank B dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1 Terjemahan Diah R. Lukman dan Sumaryo. Bandung: ITB Press.
Sutopo. 2002. Teknologi Benih: Fakultas Pertanian UNBRAW. Jakarta: Rajawali Press.
-
MAKALAH FISIOLOGI TUMBUHAN “Perkecambahan”
November 17, 2018 0
MAKALAH FISIOLOGI TUMBUHAN “Perkecambahan” Admin November 17, 2018
You might also like
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar