Dengan
bertambahnya usia kita, bertambah pula tuntutan untuk lebih mendewasa. Mungkin
kamu pun merasakannya. Bukan hanya berbagai pertanyaan tentang masa depan
(“Sudah ngobrol serius sama pacarnya?” “Jadi mau sekolah lagi”?) yang akan
menghampiri, berbagai kewajiban khas orang dewasa juga wajib kita lunasi:
mendaftar NPWP, mengisi formulir BPJS, membuka rekening bank khusus tabungan,
bahkan mulai menyicil KPR.
Namun kedewasaan
tak hanya diukur dari berbagai formulir yang harus kita isi. Tak pula hanya
bisa diukur dari kantor-kantor pemerintah yang wajib kita
datangi. Kedewasaan adalah soal sikap; soal menahan diri untuk tak
melakukan apa yang tak boleh dilakukan; melipat lidah saat otak ingin
mengatakan hal yang tak ingin dikatakan.
Menjadi dewasa itu
tidak mudah, banyak yang harus kamu jalani dan juga kamu pikirkan. Jika kamu
siap menjadi orang dewasa, petuah-petuah berikut mungkin bisa membantu
perjalananmu.
1. Kehidupan orang dewasa selalu penuh tantangan. Namun, kamu tak harus melaluinya sendirian. Pikirkanlah matang-matang: dengan siapa kamu bisa berbagi?
Menjadi dewasa
adalah soal memecahkan misteri: dengan siapa kamu harus berbagi beban dan
suka cita dalam hidupmu? Jika dulu kamu akan berteman dan menjalin
hubungan dengan siapa saja, mulailah untuk lebih hati-hati. Hanya sedikit orang
di dunia ini yang akan bisa kamu andalkan sebagai teman. Tak semua cowok atau
cewek bisa memenuhi kriteria pasangan yang kamu perlukan.
Berbagi disini
juga bisa diartikan dengan cara lain. Dengan menjadi dewasa, kamu akan punya
pekerjaan mapan dan materi yang mungkin berlebih. Kalau kamu lebih
beruntung dari orang lain, berbagilah dengan mereka. Dengan ini kamu pun bisa
lebih bahagia. Dan kamu yang bahagia akan membuat orang lain di sekitarmu
merasakan hal yang sama pula.
Kalau kamu punya
sesuatu yang bisa berguna untuk sesama, saatnya kamu membagikan apa yang
kamu punya. Ingat: orang lain mungkin akan lupa namamu
atau tanggal ulang tahunmu. Mereka mungkin akan lupa asal kotamu atau
bahkan prestasi-prestasi besar yang pernah kamu ukir. Tapi, mereka
tak akan pernah lupa bagaimana kamu memperlakukan mereka.
2. Sekaranglah kesempatanmu untuk benar-benar menuntut ilmu. Ketika “resmi” jadi dewasa, kamu akan disandera oleh kewajiban-kewajiban hidup yang lainnya.
Ketika masih lebih
muda dan berusia di awal 20-an, hidupmu akan berjalan lebih tanpa
beban. Tak percaya? Jika sudah punya suami, istri, anak, beban pekerjaan,
dan berbagai hutang untuk dicicil nanti, kamu akan merasakannya.
Karena
itu, fokuskanlah waktumu untuk belajar. Jika kamu masih di bangku SMA,
habiskan energi untuk mencari bidang akademik apa yang ingin kamu
pelajari ketika kuliah. Jika kamu sudah kuliah, seberapapun kamu bosan
pada kelasmu, seberapapun mahalnya buku-buku diktatmu, kamu harus selalu ingat:
inilah saat terbaik dalam hidupmu untuk belajar.
Hargailah
kesempatanmu untuk mendapatkan hal-hal baru dan akan membuka pikiranmu. Bukan
penampilan, melainkan otak, yang membedakan manusia satu dan yang lainnya.
3. Di dunia nyata, jika hasil pekerjaanmu buruk kamu akan dicaci. Jika kerjamu berhasil? Belum tentu kamu dipuji.
Saat lulus dari
kuliah dan masuk ke dunia kerja, kamu akan menemukan bahwa kemampuanmu
tidak unik — bahwa banyak juga orang-orang yang sama bagusnya
denganmu. Kamu pun akan banyak dituntut melakukan kompromi. Jika diterima
bekerja di perusahaan besar, kamu harus menghormati struktur — struktur
yang menempatkanmu di bagian paling bawah. Jika kamu bekerja di perusahaan
startup atau membuat bisnis, setiap hari adalah tantangan untuk membuat
inovasi.
Yang unik dari
dunia kerja adalah kamu akan cepat “mati” jika kamu hanya bekerja untuk pujian.
Di dunia ini, jika kerjamu jelek siap-siaplah menerima caci. Jangan kaget jika
bosmu berteriak memarahimu di depan wajahmu, dan di depan rekan-rekanmu
yang lainnya di kantor. Namun jika kerjamu bagus? Belum tentu
kamu akan menerima pujian — bahkan jika sebenarnya kamu pantas mendapatkannya.
Pada akhirnya yang membuatmu bertahan pada suatu pekerjaan adalah cinta. Kamu
tak akan tinggal karena kamu “bagus” atau “kapabel”; kamu akan tinggal
sesederhana karena kamu masih ingin di sana.
4. Kadang, kamu harus merasakan pekerjaan yang membosankan sebelum menemukan profesi yang benar-benar kamu suka
Bayangkan: saat
SMA, kamu harus duduk di depan papan tulis, mendengarkan guru, dan
melakukan hal yang sama dari Senin-Jumat, jam 7 pagi sampe jam 3 sore.
Membosankan, bukan? Tapi saat kamu masuk ke dunia kerja, kamu bisa jadi harus
menghadapi situasi yang sama — belum lagi kalau harus menghitung lembur
alias waktu kerja ekstra. Kamu akan merasakan bosannya pekerjaanmu,
sampai keinginanmu untuk mengundurkan diri begitu menggebu-gebu.
Kamu akan mempertanyakan apa benar ada di sini hatimu.
Namun di dunia
kerja, keputusan yang dibuat terburu-buru akan selalu diekori rasa
sesal. Kadang-kadang, kamu harus jungkir balik berkutat dengan pekerjaan
yang seperti ini dulu sebelum kamu benar-benar menemukan dimana kamu bisa
‘bersinar’. Jangan pernah berpikir untuk langsung hengkang hanya ketika
kamu sedikit tak nyaman.
5. Tak hanya soal kerja. Kompromi dan kesabaran juga harus kamu terapkan saat sedang berbelanja.
Ketika kamu masih
tinggal sama orang tua, kamu bisa minta beliin ini-itu tanpa pikir
panjang. Saat kamu kerja dan punya duit sendiri, kamu harus berpikir dua
hingga tiga kali untuk membeli sesuatu. Masih ada tunggakan esensial yang
menunggu dibayar: biaya listrik, iuran kebersihan kos, sampai anggaran belanja
bulanan. Dan tolong, jangan termakan sindrom “Orang Mapan Baru” (OMB):
mentang-mentang kamu baru punya uang sendiri, jangan langsung
hambur-hamburkan uang itu untuk hal-hal yang tak perlu. Kesabaran dan kompromi
tak hanya harus kamu terapkan di kantor, namun juga ketika kamu mendorong roda
trolimu di supermarket.
6. Dan semakin kamu besar, semakin kamu harus malu jika kemampuan masakmu sebatas mie instan dan telur ceplok.
Jangan puas hanya
dengan bisa masak air, mie instan, dan telur ceplok. Kemampuan memasak
bisa sangat berguna kalau kamu mau tetap memanjakan lidah tapi tetap ingin
berhemat. Apalagi saat kamu sudah tinggal jauh dari orang tua.
Dengan
kemampuan memasak yang oke, kamu juga jadi bisa punya banyak teman dekat.
Kamu bisa mengundang teman-temanmu ke rumahmu untuk dahar, dan mereka
pun akan dengan hati terbuka datang. Suasana yang canggung ketika bertemu
kenalan baru bisa cair ketika dia memuji kemampuan masakmu!
7. Kesehatanmu pasti akan hilang. Namun dengan pola hidup tertentu, kamu bisa membuatnya mau bertahan lebih lama.
Kesehatanmu pasti
akan hilang. Suatu saat nanti, tubuh kita ini pasti akan berhenti
berfungsi. Namun dengan pola hidup tertentu, kamu bisa memelihara lebih lama
kesehatanmu.
Mulai sekarang,
potong aksesmu ke makanan-makanan fast
food. Potong jatah rokokmu.
Hentikan begadang dan terkena angin malam. Kalau kamu membiarkan tubuhmu
babak belur terus-terusan, kamu akan membawa beban risiko kesehatan yang
besar di hari tua. Kolesterol tinggi, ginjal terbebani, paru-paru ngos-ngosan: siap-siap
segala macam penyakit menghantuimu. Tidak mau, bukan?
8. Mau tahu satu rahasia? Mau usiamu seberapa tua, jiwa mudamu akan selalu ada.
Jangan khawatir.
Berapa pun usia kamu, jiwa muda sebenarnya masih tersimpan dalam
dirimu. Kamu bisa saja akan punya bayi pertama. Namun keinginanmu
untuk makan chiki atau mie instan mentah bisa jadi masih ada. Kamu bisa saja
punya cukup uang untuk makan di restoran mahal. Namun, bisa saja kamu masih
punya jiwa untuk berpetualang ke PKL-PKL jorok tapi enak di kotamu seperti saat
kamu lebih muda dulu. Dalam takaran tertentu, itu sah-sah saja, kok.
Jangan pendam atau
lepaskan jiwa mudamu itu. Jangan biarkan tekanan hidup orang dewasa
membuatmu lupa pada eloknya hal-hal sederhana. Jangan biarkan
jenuhmu memadamkan rasa penasaran dan keinginanmu berpetualang.
Jangan biarkan pikiranmu berhenti mengajukan pertanyaan.
Mungkin, orang yang
paling beruntung adalah mereka yang bisa menjadi dewasa dan muda pada
saat yang sama. :’)
Source:
https://www.hipwee.com/motivasi/dari-yang-tua-buat-yang-muda/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar