TELAAH KURIKULUM BIOLOGI SMA
KURIKULUM 1984
Dosen Pengampu
Prof. Dr. Aprizal Lukman, M.Pd
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2016
KURIKULUM 1984
A. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 pada hakikatnya merupakan penyempurnaan
dari kurikulum 1975. Asumsi yang mendasari penyempurnaan kurikulum 1975 ini
adalah bahwa kurikulum merupakan wadah atau tempat proses belajar mengajar
berlangsung yang secara dinamis, perlu senantiasa dinilai dan dikembangkan
secara terus menerus sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat.
Berikut
ciri-ciri kurikulum 1984 :
• Berorientasi kepada tujuan instruksional.
Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar
kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar
fungsional dan efektif.
• Pendekatan pengajarannya
berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
•
Materi pelajaran
dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral.
Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
•
Menanamkan
pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
•
Materi disajikan
berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa.
Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
•
Menggunakan
pendekatan keterampilan proses.
Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar
yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh
pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses
diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran
Yang
membedakan dengan kurikulum ‟76 dalam struktur program, adalah masuknya mata
pelajaran PSPB pada tahun 1984. Masuknya mata pelajaran PSPB (Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa) dilatarbelakangi kajian pemerintah yang melihat
adanya kemerosotan pemahaman sejarah perjuangan bangsa di kalangan generasi
muda dan penghayatan terhadap sejarah perjuangan bangsa pun dipandang perlu
ditumbuhkan kembali karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa
para pahlawannya. Kurikulum 1984, berorientasi pada Tujuan. Artinya bahwa
kurikulum disusun dalam bentuk tujuan yang
berjenjang.
Yang
membedakan dengan kurikulum 1984 adalah menghilangnya mata pelajaran PSPB pada
tahun pelajaran 96/97, dan berubahnya mata pelajaran PMP menjadi PPKn (Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan). Orientasi pembelajaran terletak pada
Pengalaman Belajar. Artinya bahwa dalam proses pembelajaran diharapkan siswa
merasakannya sebagai sebuah pengalaman, yang membuatnya selalu mengingat
pelajaran tersebut.
B. Pembentukan dan
Pembubaran Kurikulum 1984
Sidang umum
MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983 menyiratakan keputusan politik
yang menghendaki perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984,
karena sudah dianggap tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan
tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi . Secara umum dasar perubahan kurikulum
1975 ke kurikulum 1984 di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Terdapat
beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah.
2. Terdapat
ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan
anak didik.
3. Terdapat kesenjangan antara program kurikulum
dan pelaksanaannya di sekolah.
4. Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus
diajarkan hampir di setiap jenjang.
5. Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat
kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar
Sekolah.
6. Pengadaan
program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan
lapangan kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka
menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu
pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum 1975 dianggap tidak
sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan kurikulum. Kurikulum 1984
tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975.
Kurikulum ini banyak dipengaruhi
oleh aliran psikologi Humanistik, yang memandang anak didik sebagai individu
yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah dan meneliti
lingkungannya. Oleh sebab itu kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses,
disamping tetap menggunakan orientasi pada tujuan.
Kurikulum
1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi
siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting
dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala
Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta —
sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok
secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan,
mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.
Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah
suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah.
Penolakan CBSA bermunculan.
Setelah berjalan selama lebih kurang sepuluh tahun, implementasi kurikulum
tahun 1984 terasa terlalu membebani guru dan murid mengingat jumlah materi yang
terlalu banyak jika dibandingkan dengan waktu yang tersedia.Pada
kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan
pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan
kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena
berkesesuaian suasana pendidikan
di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori
tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim
Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di
sekolah.
Permasalahan
di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1984. Hal ini
mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah
satu upaya penyempurnaan itu diberlakukan Kurikulum 1994 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu
pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.
IMPLIKASI CBSA BAGI SISTEM PENYAMPAIAN
Pokok-pokok
pikiran yang dikemukakan dalam bagian-bagian terdahulu menyarankan implikasi
perubahan perencanaan dan pelaksanaan penyajian kegiatan belajar mengajar yang
cukup mendasar. Pengalaman belajar yang diberikan kepada calon guru atau instruktor
hendaknya jangan memisahkan komponen akademik dengan komponen profesional,
jangan diceraikan teori dan praktek. Disamping itu faktor guru sendiri
(filosofinya, ketrampilannya, serta faktor-faktor kepribadian lainnya) serta
faktor-faktor eksternal seperti tersedianya fasilitas dan besarnya kelas, ikut
pula menentukan pilihan cara penyampaian. Salah satu kemungkinan strategi
pengkajian ke CBSA-an suatu kegiatan belajar mengajar sudah barang tentu
sekaligus implisit termasuk pengkajian keserasian dengan tujuan yang mau
dicapai melalui kegiatan yang dimaksud, dilukiskan dalam diagram. Akhirnya
filosofi guru agaknya patut memperoleh sorotan khusus, CBSA bertolak darri
anggapan bahwa siswa memiliki ptensi tersebut hanya dapat diwujudkan apabila
mereka diberi babnyak kesempatan untuk berpikir sendiri. Oleh karena itu maka
cara memandang dan menyikapi tugas guru harus berorientasikan bukan lagi
sebagai sang mahatahu yang siap untuk memebri kebijaksanaan.
Kurikulum 1984 di SLB
Tahun 1984 pemerintah mencanangkan gerakan wajib belajar
enam tahun, yang berarti bahwa semua anak usia sekolah harus menyelesaikan
pendidikan minimal sampai dengan tingkat SD: Untuk menuntaskannya, berbagai
langkah telah ditempuh, misalnya pendirian sekolahsekolah baru, gerakan Kejar Paket
A, sekolah kecil, sekolah terbuka, dsb.
Gerakan wajar 6 tahun ini ternyata
mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan PLB di tanah air. Anak luar
biasa tidak mungkin tertampung di SLB-SLB yang telah ada. Kecuali jumlahnya
masih sangat terbatas, letaknyapun sebagian besar berada di kota-kota besar,
sedangkan hampir semua pengelolanya adalah yayasan swasta. Untuk mengatasi
masalah ini, beberapa langkah penting telah diambil, antara lain:
Diperkenalkannya bentuk layanan
pendidikan yang baru, yaitu sekolah dasar luar biasa (SDLB). Berbeda dengan
SLB, SDLB menyelenggarakan pendidikan dasar bagi tunanetra, tunarungu,
tunagrahita dan tunadaksa dalam satu sekolah. Dengan dana proyek Inpres, pada
tahun 1984 didirikan sebanyak 200 buah SDLB pada 200 kabupaten/kotamadya yang
belum mempunyai SLB sama sekali.
Diresmikannya beberapa sekolah umum
untuk dapat juga menerima ALB, terutama penyandang tuna netra dengan potensi
akademik normal. Sekolah ini kemudian disebut sekolah terpadu.
Didirikannya SLB Pembina di berbagai
daerah di Indonesia. Seperti dijelaskan sebelumnya, hampir semua SLB yang ada
adalah sekolah swasta. Kecuali menjadi sekolah model bagi SLB-SLB swasta di
sekitarnya dalam hal penyelenggaraan pendidikan. SLB Pembina merupakan sekolah
negeri yang didirikan untuk tujuan penelitian, pelatihan, dan pendidikan dalam
bidang PLB.
Dari data ini terlihat bahwa tidak
banyak perubahan dalam layanan PLB di Indonesia. Pertama, jenis
kecacatan yang dilayani masih tetap sarna, yaitu hanya anak-anak tunanetra,
tunarungu-wicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan tuna ganda. Belum
pernah ada pemikiran untuk juga menyediakan layanan khusus bagi anak-anak
lambat belajar dan berkesulitan belajar di sekolah-sekolah biasa. Kedua, bentuk
layanan masih cenderung segregatif. Meskipun ada upaya mengintegrasikan anak
tuna netra di sekolah biasa, perkembangannya ternyata tidak menggembirakan.
C. Tujuan
Pembelajaran Kurikulum 1984
ü Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Mengutamakan
pendekatan proses, tetapi faktor tujuan tetap penting.maksudnya Materi
dimaksudkan untuk keperluan pencapaian tujuan pembelajaran namun tujuan nya
lebih bersifat komprenhensif jika dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya.
Kurikulum ini sering disebut kurikulum kurikulum 1975 yang disempurnakan. Siswa
dipandang sebagai subyek belajar dari mengamati sesuatu, mengelompokan ,
mendiskusikan hingga melaporkan.
ü Kurikulum
1984 berorientasi kepada tujuan instruksional.
Didasari
oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu
belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan
efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang
pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
ü Guru
yang menekankan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (1978-1990)
ü Pengembangan
kurikulum 1984 juga didasarkan pada tujuan pendidikan nasional
yang
tercantum dalam TAP MPR nomor IV/MPR/1978 dan dan nomor II/MPR/1983 yaitu
“Pendidikan Nasional berdasarkan azas Pancasila dan bertujuan untuk
meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat
kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan
bangsa.
D. Isi dan
kebijakan
dari
kurikulum
1984
1)
Adanya perubahan dalam perangkat mata pelajaran inti
Kalau pada Kurikulum 1975 terdapat delapan pelajaran inti, pada Kurikulum 1984 terdapat enam belas mata pelajaran inti. Mata pelajaran
yang termasuk kelompok inti tersebut adalah : Agama,
Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Bahasa dan Kesusasteraan
Indonesia, Geografi Indonesia, Geografi Dunia, Ekonomi, Kimia, Fisika, Biologi,
Matematika, Bahasa Inggris,
Kesenian, Keterampilan, Pendidikan
Jasmani dan Olahraga, Sejarah Duniadan Nasional.
2)
Penambahan mata pelajaran pilihan yang sesuai dengan jurusan masing-masing.
3)
Perubahan program
jurusan
Kalau semula pada Kurikulum 1975 terdapat
3 jurusan di SMA, yaitu IPA, IPS, Bahasa, maka dalam Kurikulum 1984 jurusan dinyatakan dalam program A dan B Program A terdiridari :
a.
A1, penekanan pada mata pelajaran Fisika
b.
A2, penekanan pada mata pelajaran BiologI
c.
A3, penekanan pada mata pelajaran Ekonomi
d.
A4, penekanan pada mata pelajaran Bahasa dan Budaya
Sedangkan
program B adalah program yang mengarah kepada keterampilan kejuruan yang akan dapat menerjunkan siswa langsung berkecimpung di
masyarakat. Tetapi mengingat program B
memerlukan sarana sekolah yang cukup maka program ini untuk sementara ditiadakan.
4)
Pentahapan waktu pelaksanaan
Kurikulum
1984 dilaksanakan secara bertahap dari kelas I SMA berturut tahun berikutnya di kelas
yang lebih tinggi.
E. Output Kurikulum 1984
Pengembangan pada kurikulum 1984 di
sekolah ini berorientasi pada landasan teori, yaitu pendekatan proses belajar
mengajar yang diarahkan agar siswa memiliki kemampuan untuk memproses
perolehannya. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara
belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual,
dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara
maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.Oleh karena
itu, kurikulum 1984 mengacu pada tiga aspek perkembangan siswa, yaitu ranah
kognitif yang berisi akan kemampuan berpikir, ranah afektif yang mengarah pada
aspek pengembangan sikap, dan ranah psikomotor yang menekankan atas kemampuan
bertindak. Selain itu, perubahan kurikulum ini juga mencakup hal-hal sebagai
mana berikut.
1. Pelaksanaan pendidikan sejarah
perjuangan bangsa sebagai mata pelajaran tersendiri
2. Penyesuaian tujuan dan struktur
program kurikulum
3. Pemilihan kemampuan dasar serta
keterpaduan dan keserasian antara ranah kognitif, afektif dan psikomotor
4. Pelaksanaan pengajaran yang
mengarah pada ketuntasan belajar dan kesesuaian dengan kecepatan belajar dari
masing-masing siswa
Pada
dasarnya materi pada kurikulu 1984 tidak jauh beda dengan kurikulum sebelumnya,
perbedaannya hanya terletak pada organisasi pelaksanaannya saja. Dengan
demikian kurikulum 1984 dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan bahan-bahan atau
literatur yang sama. Perubahan yang diadakan lebih mengarah pada penyederhanaan
materi pada setiap mata pelajaran, sehingga mencakup materi-materi yang penting
saja. Jumlah jam pelajaran tetap sama masih mengacu kepada kurikulum 1975.
F. Kelebihan
dan kelemahan kurikulum tahun 1984
Kelebihan yang
dimiliki kurikulum 1984 adalah sebagai berikut:
1.
Kurikulum ini memuat materi dan metode yang disebut secara rinci, sehingga guru
dan siswa mudah untuk melaksanakannya.
2. Keterlibatan siswa di dalam kegiatan- kegiatan belajar
yang telah berlangsung yang ditunjukkan dengan peningkatan diri dalam
melaksanakan tugas dan keberanian mengemukakan pendapat dalam diskusi kelas
3. Anak dapat belajar dari pengalaman langsung.
4. Kualitas
interaksi antara siswa sangat tinggi, baik intelektual maupun sosial.
Sedangkan
kelemahan yang dimiliki kurikulum 1984 adalah sebagai berikut:
1.
Banyak sekolah yang mensalahtafsirkan metode CBSA. Mereka beranggapan diskusi
yang dilakukan menjadikan suasana gaduh di ruang kelas.
2.
Guru dan siswa mengalami ketergantungan pada materi dalam suatu buku teks dan
metode yang disebut secara rinci, sehingga membentuk guru dan siswa tidak
kreatif untuk menentukan metode yang tepat dan memiliki sumber belajar sangat
terbatas.
3.
Proses pembelajaran hanya didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa sehingga
dia menolak pendapat peserta lain. Siswa yang pandai akan bertambah pandai
sedangkan yang bodoh akan ketinggalan.
4.
Guru berperan sebagai fasilitator, sehingga prakarsa serta tanggung jawab siswa
atau mahasiswa dalam kegiatan belajar sangat kurang. Selain itu, guru kurang
komunikatif dengan siswa.
5. Materi pelajaran tidak tuntas dikuasai siswa karena
diperlukan waktu yang banyak dalam pembelajaran
G. Kritik dan Saran
Berdasarkan analisis yang telah
dilakukan pada kurikulum 1984 maka dapat diketahui bahwa kurikulum 1984
merupakan kurikulum yang baik karena pada kurikulum ini telah diterapkannya
pendekatan yang berpusat terhadap peserta didik melalui cara belajar aktif
(CBSA) dan kurikulum ini memuat materi serta metode secara rinci,
sehingga guru dan siswa mudah untuk melaksanakannya. Tetapi selain itu
kurikulum ini juga terdapat beberapa kekurangan seperti proses pembelajaran
hanya didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa sehingga dia menolak pendapat
peserta lain. Siswa yang pandai akan bertambah pandai sedangkan yang bodoh akan
ketinggalan. Sehingga kurikulum 1984 bukanlah kurikulum yang terbaik sehingga
muncullah kurikulum 1994.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah.
2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktik. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media
Radicks.
2012. Karakteristik Kelebihan dan
Kekurangan Kurikulum dari Tahun 1968 sampai tahun 2006. Jakarta : Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar